LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI TANAH DAN TANAMAN
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
EKOLOGI TANAH DAN TANAMAN

OLEH
:
NAMA :
AYUM MAHENDRI
NO BP :
1310211170
ASISTEN :
1. MEI VENNI FAUZIAH
2. MAULANA INSANUL KAMIL
3. PUTRY UTAMI
DOSEN PENJAB : Ir.
LUSI MAIRA, M.Agr.Sc
KELAS : C
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Ekologi
pertama kali diperkenalkan oleh Ernest Haeckel (ahli filsafat dan Biologi
Jerman) pada tahun 1869. Kata ekologi berasal dari dua suku kata dari bahasa
Yunani, yaitu Oikos (rumah atau tempat tinggal) dan Logos (penelaahan atau
studi atau ilmu). Secara umum ekologi didefinisikan sebagai suatu ilmu atau
studi tentang hubungan timbal balik antara mahkluk hidup dengan lingkungannya
sebagai suatu rumah tangga. Sedangkan Ekologi Tanaman didefinisikan sebagai
suatu ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara tanaman dan
lingkungan.
Setiap
tanaman membutuhkan kondisi lingkungan yang sesuai dengan persyaratan
tumbuhnya. Pertumbuhan dan hasil tanaman ditentukan selain oleh jenis tanaman
juga oleh kondisi lingkungannya. Ketersediaan unsure hara yang berbeda dalam
tanah tentunya akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman. Pupuk organik
dapat berperan ganda selain dapat meningkatkan kesuburan tanah baik secara
kimia melalui peningkatan kandungan bahan organim tanah dan unsur hara tanah,
maupun secara fisik melalui perbaikan struktur tanah dan secara biologi melalui
peningkatan aktivitas mikroorganisme tanah.
Ekologi merupakan salah satu ilmu dasar bagi ilmu
lingkungan. Berbicara ekologi pasti berbicara mengenai semua makhluk hidup dan
benda-benda mati yang ada di dalamnya termasuk tanah, air, udara dan lain -
lain. Dimana lingkungan yang ditempati berbagai jenis makhluk hidup tersebut
saling mempengaruhi dan dipengaruhi.
Makhluk hidup dalam memenuhi kebutuhannya tidak
terlepas dari bantuan makhluk hidup lain, contohnya makhluk hidup membutuhkan
pelepas dahaga yaitu air, manusia membutuhkan energi yaitu makanan baik sumber
makanannya dari tumbuhan-tumbuhan maupun hewan, dan sebagainya.
Adanya interaksi dan hubungan antara manusia dengan
lingkungannya disebut ekologi. Ilmu lingkungan dapat juga dianggap sebagai
titik pertemuan “ ilmu murni ” dan “ ilmu terapan”. Ilmu lingkungan sebenarnya
ialah ekologi ( ilmu murni yang mempelajari pengaruh faktor lingkungan terhadap
jasad hidup ), yang menerapkan berbagai asas dan konsepnya kepada masalah yang
lebih luas, yang menyangkut pula hubungan manusia dengan lingkungannya. Dalam
ilmu lingkungan, seperti dalam halnya ekologi, jasad hidup pada dasarnya
dipelajari dalam unit populasi. Populasi dapat dikatakan sebagai kumpulan
individu spesies organisme hidup yang sama. Menentukan populasi memang sukar,
kalau anggotanya terpisah - pisah dalam sebuah wilayah, dimana jarak menjadi
sebagai penghalang antar individu, seperti halnya gajah atau harimau di Asia,
pohon cemara di Eropa, bahkan manusia di dunia.
Ekologi
tanaman adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara tanaman
dengan lingkungannya. Tanaman membutuhkan sumberdaya kehidupan dari lingkungannya,
dan mempengaruhi lingkungan begitu juga sebaliknya lingkungan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Ekologi dibagi atas dua bagian yaitu
Sinekologi dan Autekologi. Dalam ilmu lingkungan, seperti dalam halnya ekologi,
jasad hidup pada dasarnya dipelajari dalam unit populasi. Populasi dapat
dikatakan sebagai kumpulan individu spesies organisme hidup yang sama.
1.2 TUJUAN
PRAKTIKUM
Tujuan
praktikum ekologi tanah dan tanaman ini adalah untuk mengamati ekosistem alami
lapangan di kawasan hutan di nyarai , selain itu jugauntuk mengetahui iota
lapangan aa saja yang ada di hutan nyaraiserta menghitung respirasi tanah di
kawasan nyarai.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 RESPIRASI
Respirasi tanah
merupakan suatu proses yang terjadi karena adanya kehidupan mikrobia yang
melakukan aktifitas hidup dan berkembang biak dalam suatu masa tanah. Mikrobia
dalam setiap aktifitasnya membutuhkan O2 atau mengeluarkan CO2 yang dijadikan
dasar untuk pengukuran respirasi tanah. Laju respirasi maksimum terjadi setelah
beberapa hari atau beberapa minggu populasi maksimum mikrobia dalam tanah,
karena banyaknya populasi mikrobia mempengaruhi keluaran CO2 atau jumlah O2
yang dibutuhkan mikrobia. Oleh karena itu, pengukuran respirasi tanah lebih
mencerminkan aktifitas metabolik mikrobia daripada jumlah, tipe, atau
perkembangan mikrobia tanah.
Bahan organik (tanaman
dan binatang) tersusun atas 45 sampai 50 % bobot kering adalah karbon. Bahan
organik dirombak oleh mikrobia dihasilkan CO, air, hasil antara, bahan sel, dan
energi. Proses perombakan aerobik dibutuhkan O2, dan dihasilkan sekitar 60
sampai 80 % CO. Sebagai indek aktifitas mikrobia dikenal RQ (respirasi
quotient), yaitu volume CO2 yang dihasilkan atau volume O2 yang dikonsumsi.
Besarnya RQ sangat ditentukan oleh C/O substrat, lingkungan dan jenis mikrobia
yang terlibat. Sebagai gambaran karbohidrat mempunyai RQ sekitar satu, bahan
yang kaya oksigen (asam organik) mempunyai RQ lebih dari satu, dan bahan yang
sedikit mengandung oksigen (lemak) mempunyai RQ kurang dari satu.
Penentuan respirasi
tanah lebih sering mengukur keluaran CO2 dibanding kebutuhan O2 disebabkan
karena :
1. Mikrobia anaerobik tetap menghasilkan
CO2 walaupun tidak menghasilkan O2.
2. Mikrobia mengandung enzim
dekarbosilase aktif, sehingga walaupun tidak mengkonsumsi O2, tetap
menghasilkan CO2.
3. Terjadinya dekarbosilasi kimia oleh
enzim bebas.
4. Sulit untuk membuat kondisi
benar-benar aerob. Mikrobia dalam tanah berpengaruh terhadap sifat tanah dan
terhadap pertumbuhan tanaman.
Peran mikrobia terhadap
sifat tanah antara lain peranannya dalam pelapukan bahan organik dan pendauran
unsur hara. Sedangkan peran mikrobia terhadap pertumbuhan tanaman terbagi atas
: yang menguntungkan, merugikan, dan tidak berpengaruh (netral). Pertumbuhan
mikrobia pada media tumbuh dicirikan dengan adanya indikator berupa kekeruhan,
pembentukan gas, perubahan substrat, atau pembentukan agregat sel mikrobia.
Respirasi tanah merupakan
pencerminan populasi dan aktifitas mikroba tanah. Pengukuran respirasi (mikroba tanah)
merupakan cara yang pertama kali digunakan untuk menentukan tingkat aktivitas
mikroba tanah.
Penetapan respirasi tanah didasarkan
pada :
1.
Penetapan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh mikroba tanah.
2.
Jumlah O2 yang digunakan oleh mikroba tanah.
Respirasi mikroba tanah sangat
kompleks, banyak metode yang telah diusulkan untuk menangkap gas yang
dihasilkan dan menganalisisnya sesuai dengan tujuan dan lingkungan peneliti,
bisa dikatakan tidak ada metode yang sepenuhnya memuaskan. Oleh karena itu, para peneliti diharapkan
dapat memilih metode yang paling tepat.
Adapun cara penetapan tanah di laboratorium lebih disukai. Prosedur di laboratorium meliputi penetapan
pemakaian O2 atau jumlah CO2 yang dihasilkan dari
sejumlah contoh tanah yang diinkubasi dalam keadaan yang diatur di
laboratorium.
Dua macam inkubasi di laboratorium
adalah :
1.
Inkubasi dalam keadaan yang stabil (steady-stato)
2.
Keadaan yang berfluktuasi
Untuk keadaan yang stabil, kadar
air, temperatur, kecepatan, aerasi, dan pengaturan ruangan harus dilakukan
dengan sebaik mungkin. Peningkatan
respirasi terjadi bila ada pembasahan dan pengeringan, fluktuasi aerasi tanah
selama inkubasi. Oleh karena itu,
peningkatan respirasi dapat disebabkan oleh perubahan lingkungan yang luar
biasa. Hal ini bisa tidak mencerminkan
keadaan aktivitas mikroba dalam keadaan lapang, cara steady-stato telah
digunakan untuk mempelajari dekomposisi bahan organik, dalam penelitian potensi
aktivitas mikroba dalam tanah dan dalam perekembangan penelitian.
Respirasi tanah merupakan suatu
proses yang terjadi karena adanya kehidupan mikrobia yang melakukan aktifitas
hidup dan berkembang biak dalam suatu masa tanah. Mikrobia dalam setiap aktifitasnya
membutuhkan O2 atau mengeluarkan CO2 yang dijadikan dasar
untuk pengukuran respirasi tanah. Laju
respirasi maksimum terjadi setelah beberapa hari atau beberapa minggu populasi
maksimum mikrobia dalam tanah, karena banyaknya populasi mikrobia mempengaruhi
keluaran CO2 atau jumlah O2 yang dibutuhkan
mikrobia. Oleh karena itu, pengukuran
respirasi tanah lebih mencerminkan aktifitas metabolik mikrobia daripada
jumlah, tipe, atau perkembangan mikrobia tanah.
Respirasi tanah dilakukan oleh
mikroorganisme tanah baik berupa bakteri maupun cendawan. Interaksi antara mikroba dengan lingkungan
fisik di sekitarnya mempengaruhi kemampuannya dalam respirasi, tumbuh, dan
membelah. Salah satu faktor lingkungan
fisik tersebut adalah kelembapan tanah yang berkaitan erat dengan respirasi
tanah.
Respirasi tanah merupakan salah satu
hal yang penting yang berkaitan dengan perubahan iklim dan pemanasan global di
masa depan. Respirasi tanah yang
berkaitan dengan suhu tanah digunakan sebagai salah satu kunci karakteristik
tanah atau bahan organik dan bertanggung jawab dalam pemanasan global
2.2 BIOTA
LAPANGAN
1. Cacing Tanah
Cacing
tanah adalah nama
yang umum digunakan untuk kelompok Oligochaeta, yang kelas
dan subkelasnya tergantung dari penemunya dalam filumAnnelida.
Morfologi
Cacing tanah jenis Lumbricus mempunyai bentuk tubuh pipih. Jumlah segmen yang dimiliki sekitar 90-195 dan klitelum yang terletak pada segmen 27-32.
Biasanya jenis ini kalah bersaing dengan jenis yang lain sehingga tubuhnya
lebih kecil. Tetapi bila diternakkan besar tubuhnya bisa menyamai atau melebihi
jenis lain.
Cacing tanah jenis Pheretima segmennya mencapai 95-150 segmen.
Klitelumnya terletak pada segmen 14-16. Tubuhnya berbentuk gilik panjang dan
silindris berwarna merah keunguan. Cacing tanah yang termasuk jenis Pheretima
antara lain cacing merah, cacing koot dan cacing kalung.
Aktivitas
antimikroba
Cacing tanah
merupakan makhluk yang telah hidup dengan bantuan sistem pertahanan mereka
sejak fase awal evolusi, oleh sebab
itu mereka selalu dapat menghadapi invasi mikroorganismepatogen di
lingkungan mereka. Penelitian yang telah berlangsung selama sekitar 50 tahun
menunjukkan bahwa cacing tanah memiliki kekebalan humoral dan selular mekanisme. Selain itu
telah ditemukan bahwa cairan selom cacing tanah mengandung lebih dari 40 protein dan pameran
beberapa aktivitas biologis sebagai berikut: cytolytic, proteolitik, antimikroba, hemolitik, hemagglutinating, tumorolytic, dan
kegiatan mitogenic.
Cairan dari
selom foetida Eisenia Andrei telah
diteliti memiliki sebuah aktivitas antimikroba terhadap Aeromonas hydrophila dan Bacillusmegaterium yang dikenal sebagai patogen cacing
tanah.[butuh rujukan] Setelah itu
diperoleh dua protein, bernama Fetidins, dari cairan selom cacing tanah dan
menegaskan bahwa aktivitas antibakteri ini disebabkan karena fetidins Lumbricus rubellus juga memiliki dua agen antibakteri
bernama Lumbricin 1 dan Lumbricin 2. Baru-baru ini,
dua jenis faktor antibakteri yang mempunyai aktivitas seperti lisozim dengan
aktivitas hemolitik serta pengenalan pola protein
bernama selom cytolytic faktor (CCF) telah diidentifikasi dalam foetida Eisenia
cacing tanah. Lysenin protein yang berbeda dan Eisenia foetida lysenin-seperti
protein memiliki beberapa kegiatan yang diberikan cytolytic hemolitik,
antibakteri dan membran-permeabilizing properti.
Protein yang
dimiliki oleh cacing tanah memiliki mekanisme antimikroba yang berbeda dengan mekanisme
antibiotik. Antibiotik membunuh mikrorganisme tanpa merusak jaringan tubuh.
Antibiotik membunuh mikroganisme biasanya dengan dua cara, yaitu dengan
menghentikan jalur metabolik yang dapat menghasilkan nutrient yang dibutuhkan
oleh mikroorganisme atau menghambat enzim spesifik yang dibutuhkan untuk
mmbantu menyusun dinding sel bakteri. Sedangkan, mekanisme yang dilakukan oleh
protein yang dimiliki oleh cacing tanah adalah dengan membuat pori di dinding
sel bakteri. Hal ini menyebakan sitoplasma sel bakteri menjadi terpapar dengan
lingkungan luar yang dapat mengganggu aktivitas dalam sel bakteri dan
menyebabkan kematian. Dengan cara ini, bakteri menjadi lebih susah untuk
menjadi resisten karena yang dirusak adalah struktur sel milik bakteri itu
sendiri.
2.
LABA-LABA
Laba-laba, atau
disebut juga labah-labah, adalah
sejenis hewan berbuku-buku (arthropoda) dengan dua segmen tubuh, empat pasang kaki, tak bersayap dan
tak memiliki mulut pengunyah. Semua jenis laba-laba digolongkan ke dalam ordo Araneae; dan bersama dengan kalajengking, ketonggeng, tungau —semuanya berkaki delapan—
dimasukkan ke dalam kelas Arachnida.
Bidang studi mengenai laba-laba disebut arachnologi.
Laba-laba merupakan hewan pemangsa (karnivora), bahkan
kadang-kadang kanibal. Mangsa
utamanya adalah serangga. Hampir
semua jenis laba-laba, dengan perkecualian sekitar 150 spesies dari suku
Uloboridae dan Holarchaeidae, dan subordo Mesothelae, mampu menginjeksikan bisa melalui sepasang taringnya kepada
musuh atau mangsanya. Meski demikian, dari puluhan ribu spesies yang ada, hanya
sekitar 200 spesies yang gigitannya dapat membahayakan manusia.
Tidak semua laba-laba membuat jaring untuk menangkap mangsa, akan tetapi
semuanya mampu menghasilkan benang sutera—yakni helaian serat protein yang
tipis namun kuat—dari kelenjar (disebut spinneret)
yang terletak di bagian belakang tubuhnya. Serat sutera ini amat berguna untuk
membantu pergerakan laba-laba, berayun dari satu tempat ke tempat lain,
menjerat mangsa, membuat kantung telur, melindungi lubang sarang, dan
lain-lain.
Anatomi
laba-laba:
(1) empat pasang kaki
(2) cephalothorax
(3) opisthosoma
(1) empat pasang kaki
(2) cephalothorax
(3) opisthosoma
Tak seperti serangga yang memiliki
tiga bagian tubuh, laba-laba hanya memiliki dua. Segmen bagian depan disebut cephalothorax atau prosoma, yang sebetulnya merupakan
gabungan dari kepala dan dada (thorax).
Sedangkan segmen bagian belakang disebut abdomen
(perut) atau opisthosoma.
Antara cephalothorax dan abdomen terdapat penghubung tipis
yang dinamai pedicle atau pedicellus.
Pada cephalothorax melekat empat pasang kaki, dan satu sampai empat
pasang mata. Selain sepasang rahang bertaring besar (disebut chelicera), terdapat pula sepasang
atau beberapa alat bantu mulut serupa tangan yang disebut pedipalpus. Pada beberapa jenis laba-laba,
pedipalpus pada hewan jantan dewasa membesar dan berubah fungsi sebagai alat
bantu dalam perkawinan.
Laba-laba tidak memiliki mulut atau gigi untuk mengunyah. Sebagai gantinya,
mulut laba-laba berupa alat pengisap untuk menyedot cairan tubuh mangsanya.
Indera
Mata pada laba-laba umumnya merupakan
mata tunggal (mata berlensa tunggal), dan bukan mata majemuk seperti pada
serangga. Kebanyakan laba-laba memiliki penglihatan yang tidak begitu baik,
tidak dapat membedakan warna, atau hanya sensitif pada gelap dan terang.
Laba-laba penghuni gua bahkan ada yang buta. Perkecualiannya terdapat pada
beberapa jenis laba-laba pemburu yang mempunyai penglihatan tajam dan bagus,
termasuk dalam mengenali warna.
Untuk menandai kehadiran mangsanya
pada umumnya laba-laba mengandalkan getaran, baik pada jaring-jaring suteranya
maupun pada tanah, air, atau tempat yang dihinggapinya. Ada pula laba-laba yang
mampu merasai perbedaan tekanan udara. Indera peraba laba-laba terletak pada
rambut-rambut di kakinya.
Pemangsaan
Kebanyakan laba-laba memang
merupakan predator (pemangsa)
penyergap, yang menunggu mangsa lewat di dekatnya sambil bersembunyi di balik
daun, lapisan daun bunga, celah bebatuan, atau lubang di tanah yang ditutupi kamuflase. Beberapa
jenis memiliki pola warna yang menyamarkan tubuhnya di atas tanah, batu atau pepagan pohon,
sehingga tak perlu bersembunyi.
Laba-laba penenun (misalnya anggota
suku Araneidae) membuat jaring-jaring sutera berbentuk kurang lebih bulat di
udara, di antara dedaunan dan ranting-ranting, di muka rekahan batu, di
sudut-sudut bangunan, di antara kawat telepon, dan lain-lain. Jaring ini
bersifat lekat, untuk menangkap serangga terbang yang menjadi mangsanya. Begitu
serangga terperangkap jaring, laba-laba segera mendekat dan menusukkan
taringnya kepada mangsa untuk melumpuhkan dan sekaligus mengirimkan enzim pencerna ke dalam tubuh mangsanya.
Sedikit berbeda, laba-laba pemburu
(seperti anggota suku Lycosidae) biasanya lebih aktif. Laba-laba jenis ini
biasa menjelajahi pepohonan, sela-sela rumput, atau permukaan dinding berbatu
untuk mencari mangsanya. Laba-laba ini dapat mengejar dan melompat untuk
menerkam mangsanya.
Bisa yang disuntikkan laba-laba
melalui taringnya biasanya sekaligus mencerna dan menghancurkan bagian dalam
tubuh mangsa. Kemudian perlahan-lahan cairan tubuh beserta hancuran organ dalam
itu dihisap oleh si pemangsa. Berjam-jam laba-laba menyedot cairan itu hingga
bangkai mangsanya mengering. Laba-laba yang memiliki rahang (chelicera) kuat, bisa lebih cepat
menghabiskan makanannya dengan cara merusak dan meremuk tubuh mangsa dengan
rahang dan taringnya itu. Tinggal sisanya berupa bola-bola kecil yang merupakan
remukan tubuh mangsa yang telah mengisut.
Beberapa laba-laba penenun memiliki
kemampuan membungkus tubuh mangsanya dengan lilitan benang-benang sutera.
Kemampuan ini sangat berguna terutama jika si mangsa memiliki alat pembela diri
yang berbahaya, seperti lebah yang
mempunyai sengat; atau jika laba-laba ingin
menyimpan mangsanya beberapa waktu sambil menanti saat yang lebih disukai untuk
menikmatinya belakangan.
Keragaman Jenis
Hingga sekarang, sekitar 40.000
spesies laba-laba telah dipertelakan, dan digolong-golongkan ke dalam 111 suku.
Akan tetapi mengingat bahwa hewan ini begitu beragam, banyak di antaranya yang
bertubuh amat kecil, seringkali tersembunyi di alam, dan bahkan banyak spesimen di museum yang belum terdeskripsi dengan
baik, diyakini bahwa kemungkinan ragam jenis laba-laba seluruhnya dapat
mencapai 200.000 spesies.
Ordo laba-laba ini selanjutnya terbagi atas tiga
golongan besar pada aras subordo,
yakni:
- Mesothelae, yang merupakan laba-laba primitif tak berbisa, dengan ruas-ruas tubuh yang nampak jelas; memperlihatkan hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan leluhurnya yakni artropoda beruas-ruas.
- Mygalomorphae atau Orthognatha, yalah kelompok laba-laba yang membuat liang persembunyian, dan juga yang membuat lubang jebakan di tanah. Banyak jenisnya yang bertubuh besar, seperti tarantula dan juga lancah maung.
- Araneomorphae adalah kelompok laba-laba ‘modern’. Kebanyakan laba-laba yang kita temui termasuk ke dalam subordo ini, mengingat bahwa anggotanya terdiri dari 95 suku dan mencakup kurang lebih 94% dari jumlah spesies laba-laba. Taring dari kelompok ini mengarah agak miring ke depan (dan bukan tegak seperti pada kelompok tarantula) dan digerakkan berlawanan arah seperti capit dalam menggigit mangsanya.
2.3 BIOTA LABOR
1. SEMUT
Semut adalah semua serangga
anggota sukuFormicidae, bangsaHymenoptera.
Semut memiliki lebih dari 12.000 jenis (spesies), sebagian besar hidup di
kawasan tropika.
Sebagian besar semut dikenal sebagai serangga sosial,
dengan koloni
dan sarang-sarangnya
yang teratur beranggotakan ribuan semut per koloni. Anggota koloni terbagi
menjadi semut pekerja, semut pejantan, dan ratu semut. Dimungkinkan pula
terdapat kelompok semut penjaga. Satu koloni dapat menguasai daerah yang luas
untuk mendukung kehidupan mereka. Koloni semut
kadangkala disebut "superorganisme" karena koloni-koloni mereka yang
membentuk sebuah kesatuan.
Meskipun
ukuran tubuhnya yang relatif kecil, semut termasuk hewan terkuat di dunia.
Semut jantan mampu menopang beban dengan berat lima puluh kali dari berat
badannya sendiri, dapat dibandingkan dengan gajah yang hanya mampu
menopang beban dengan berat dua kali dari berat badannya sendiri. Semut hanya
tersaingi oleh kumbang badak yang mampu menopang beban dengan
berat 850 kali berat badannya sendiri.
Asam format
disebut juga "asam semut" karena semut menghasilkan asam ini sebagai alat
pertahanan diri.
Jenis dan penyebaran
Semut telah
menguasai hampir seluruh bagian tanah di Bumi. Hanya di beberapa
tempat seperti di Islandia, Greenland, dan Hawaii, mereka tidak menguasai daerah tesebut. Di saat jumlah
mereka bertambah, mereka dapat membnetuk sekitar 15 - 20% jumlah biomassa
hewan-hewan besar.
Beberapa
jenis semut sangat dikenal oleh manusia karena hidup bersama-sama dengan
manusia, seperti semut hitam, semut besar, semut merah, semut api,
dan semut
rangrang.Rayap
terkadang disebut semut putih
namun sama sekali berbeda kelompok dari semut walaupun mereka memiliki struktur
sosial yang sama.Evolusi
Keluarga
Formicidae adalah bagian dari ordo Hymenoptera, yang mencakup lebah dan tawon. Semut adalah
keturunan dari generasi tawon Vespoidea. Analisis Filogenetik
mengindikasikan bahwa semut telah berevolusi dari capung vespoid pada periode
Kapur sekitar 120 juta sampai 170 juta tahun yang lalu. Setelah kemunculan
tumbuhan Angiosperma sekitar 100
juta tahun yang lalu, mereka menganekaragamkan pengaruh ekolofi sekitar 60 juta
tahun yang lalu. Beberapa dari periode Kapur adalah bentuk pertengahan dari
semut dan tawon, dan ini menambahkan bukti bagi nenek moyang tawon. Seperti
hewan berordo Hymenoptera lainnya, sistem genetika semut ditemukan di haplodiploidy.
Pada tahun 1966, E. O. Wilson,
dkk. menemukan fosil semut dalam getah pohon (Sphecomyrma
freyi) dari periode Kapur. Fosil ini terjebak di sebuah getah pohon
di New Jersey
dan telah berumur lebih dari 80 juta tahun. Fosil ini memberikan bukti terjelas
tentang hubungan semut modern dan tawon non-sosial. Semut periode Kapur berbagi
karakteristik semut modern dan tawon.
Selama
periode Kapur, hanya sebagian kecil spesies yang berhasil menguasai daerah
benua besar Laurasia
(bagian utara). Mereka pun sangat langka dengan perbandingan jumlah sekitar 1% dari
jenis serangga lainnya. Semut menjadi dominan setelah radiasi
adaptif pada awal Periode Tertiari. Jumlah
spesies yang tersisa pada periode Kapur dan periode Ecocene, hanya 1 dari 10
genera yang punah sampai saat ini. 56% dari genera semut yang terdapat di fosil
getah kayu di daerah Baltik (sejak Oligocene
awal), dan sekitar 96% dari genera semut yang terdapat di fosil getah kayu di Dominika
(sejak awal Miocene)
masih bertahan hingga sekarang.
Morfologi
Tubuh semut
terdiri atas tiga bagian, yaitu kepala, mesosoma (dada), dan metasoma (perut).
Morfologi semut cukup jelas dibandingkan dengan serangga lain yang juga
memiliki antena,
kelenjar metapleural, dan
bagian perut kedua yang berhubungan ke tangkai semut membentuk pinggang sempit
(pedunkel) di antara mesosoma (bagian rongga dada dan daerah perut) dan
metasoma (perut yang kurang abdominal segmen dalam petiole). Petiole yang dapat
dibentuk oleh satu atau dua node (hanya yang kedua, atau yang kedua dan ketiga
abdominal segmen ini bisa terwujud).
Tubuh semut,
seperti serangga lainnya, memiliki eksoskeleton atau kerangka
luar yang memberikan perlindungan dan juga sebagai tempat menempelnya otot,
berbeda dengan kerangka manusia dan hewan bertulang belakang.
Serangga tidak memiliki paru-paru, tetapi mereka memiliki lubang-lubang pernapasan di
bagian dada bernama spirakel untuk sirkulasi
udara dalam sistem respirasi mereka. Serangga juga tidak memiliki sistem
peredaran darah tertutup. Sebagai gantinya, mereka memiliki saluran berbentuk
panjang dan tipis di sepanjang bagian atas tubuhnya yang disebut "aorta
punggung" yang fungsinya mirip dengan jantung. sistem saraf
semut terdiri dari sebuah semacam otot saraf ventral yang berada di sepanjang
tubuhnya, dengan beberapa buah ganglion dan cabang yang berhubungan dengan setiap bagian
dalam tubuhnya.
Anatomi semut
Pada kepala
semut terdapat banyak organ sensor. Semut, layaknya serangga lainnya, memiliki mata majemuk
yang terdiri dari kumpulan lensa mata yang lebih kecil dan tergabung untuk
mendeteksi gerakan dengan sangat baik. Mereka juga punya tiga oselus di bagian
puncak kepalanya untuk mendeteksi perubahan cahaya dan polarisasi.[8]
Kebanyakan semut umumnya memiliki penglihatan yang buruk, bahkan beberapa jenis
dari mereka buta. Namun, beberapa spesies semut, semisal semut bulldog
Australia, memiliki penglihatan yang baik. Pada kepalanya juga terdapat
sepasang antena
yang membantu semut mendeteksi rangsangan kimiawi. Antena semut juga digunakan
untuk berkomunikasi satu sama lain dan mendeteksi feromon yang dikeluarkan oleh
semut lain. Selain itu, antena semut juga berguna sebagai alat peraba untuk
mendeteksi segala sesuatu yang berada di depannya. Pada bagian depan kepala
semut juga terdapat sepasang rahang atau mandibula
yang digunakan untuk membawa makanan, memanipulasi objek, membangun sarang, dan
untuk pertahanan. Pada beberapa spesies, di bagian dalam mulutnya terdapat semacam
kantung kecil untuk menyimpan makanan untuk sementara waktu sebelum dipindahkan
ke semut lain atau larvanya.
Di bagian
dada semut terdapat tiga pasang kaki dan di ujung setiap kakinya terdapat
semacam cakar kecil yang membantunya memanjat dan berpijak pada permukaan.
Sebagian besar semut jantan dan betina calon ratu memiliki sayap. Namun,
setelah kawin betina akan menanggalkan sayapnya dan menjadi ratu semut yang
tidak bersayap. Semut pekerja dan prajurit tidak memiliki sayap.
Di bagian
metasoma (perut) semut terdapat banyak organ dalam yang penting, termasuk organ
reproduksi. Beberapa spesies semut juga memiliki sengat yang terhubung
dengan semacam kelenjar beracun untuk melumpuhkan mangsa dan
melindungi sarangnya. Spesies semut seperti Formica
yessensis memiliki kelenjar penghasil asam semut
yang bisa disemprotkan ke arah musuh untuk pertahanan.
Perkembangan
Kehidupan
seekor semut dimulai dari sebuah telur. Jika telur telah dibuahi, semut yang ditetaskan betina
(diploid);
jika tidak jantan (haploid). Semut are holometabolism,
yaitu tumbuh melalui metamorfosa yang lengkap, melewati tahap larva dan pupa (dengan pupa yang exarate) sebelum mereka menjadi
dewasa. Tahap larva adalah tahap yang sangat rentan — lebih jelasnya larva
semut tidak memiliki kaki sama sekali – dan tidak dapat menjaga diri sendiri.
Perbedaan
antara ratu dan pekerja (dimana sama-sama betina), dan antara kasta pekerja jika ada,
ditentukan pada saat pemberian makan saat masih menjadi larva. Makanan
diberikan kepada larva dengan proses yang disebut trophallaxis
dimana seekor semut regurgitates
makanan yang sebelumnya disimpan dalam crop
for communal storage. Ini juga cara yang digunakan semut dewasa
memdistribusikan makanan pada semut dewasa lainnya. Larva and pupa harus
disimpan pada suhu yang cukup konstan untuk memastikan mereka tumbuh dengan
baik, sehingga sering dipindahkan ke berbagai brood chambers dalam koloni.
Seekor semut
pekerja yang baru memasuki masa dewasa menghabiskan beberapa hari pertama
mereka untuk merawat ratu dan semut muda. Setelah itu meningkat menjadi
menggali dan pekerjaan sarang lainnya, dan kemudian mencari makan dan
mempertahankan sarang. Perubahan tugas ini bisa terjadi dengan mendadak dan
disebut dengan kasta sementara. Suatu
teory mengapa seperti itu karena mencari makan memiliki risiko kematian yang
tinggi, sehingga semut hanya berpartisipasi jika mereka sudah cukup tua dan
bagaimanapun juga lebih dekat pada kematian.
Pada beberapa
spesies semut terdapat kasta fisik — pekerja bisa
memiliki ukuran tubuh yang berbeda-beda, disebut pekerja minor, median, dan major,
. Biasanya semut yang lebih besar memiliki kepala yang tidak proporsional
besarnya, dan correspondinglyrahang yang
lebih kuat. Semut seperti ini seringkali disebut semut "tentara"
karena rahang mereka yang kuat membuat mereka lebih efektif ketika digunakan
untuk bertarung dengan makhluk lainnya, namun mereka masih tetap seekor semut
perkerja dan tugas mereka tidak banyak berbeda dengan pekerja minor atau median. Pada beberapa spesies semut tidak memiliki pekerja median, membuat pemisahan tegas dan
perbedaan fisik yang jelas antara pekerja minor dan major.
BAB III
BAHAN DAN METODA
3.1 WAKTU DAN TEMPAT
Kegiatan praktikum ini dilakukan
pada hari senin,tanggal 13 april 2015.dimana praktikum ini dilakukan di
laboratorium fisika tanah,fakultas pertanian,Universitas Andalas.
3.2 ALAT DAN BAHAN
Alat yang di gunakan dalam praktikum
kali ini adalah tabung film , gelas ukur , pipet tetes , bejana kedap udara , ring sampel , corong air
, lampu neon , botol ukuran (disesuikan) .
sedangkan
bahan yang digunakan adalah tanah sampel yang di ambil di hutan primer nyarai ,
indikator phenolpthalein (pp) , indikator metal orange , alkohol , aquades , KOH 0,5M , BaCl 1 M , HCL 0,5M.
3.3 CARA KERJA
3.3.1
Pengukuran respirasi (CO2) tanah
Adapun
cara kerja yang dilakukan dalam pengkuran respirasi ini adalah ditimbang tanah
sebanyak 90 g, diberi sedikit aquades. Kemudian diambil dua buah tabung film,
satu untuk KOH 10 ML dan satu untuk 10 ml aquades. Diletakkan kedua tabung film
tersebut diatas permukaan tanah yang telah diatur dalam posisi miring. Lalu
bejana kedap udara ditutup dan ditempatkan dalam inkubator atau dlam ruang
gelap dengan suhu (26 derjat). Inkubasi dilakukan 7-14 hari. Pada akhir
inkubasi diambil tabung berisi KOH, ditambahkan 1 M Bacl2 5 ml dan
indikator pp 4 tetes. Kemudian dititrasi dengan HCL 0,5 N sampai warna merah
hilang. Pengamatan respirasi dilakukan terhadap tanah dari beberapa tanah dan
beberapa tipe penggunaan lahan dengan membandingkannya terhadap bejana tanpa
tanah.
Perhitungan
:
Jumlah
CO2 yang terbentuk dikurangi dengan jumlah yang terfiksasi dalam botol kosong
yang berhubungan dengan CO2 atau C yang dihasilkan dari tanah dengan rumus :
Mg C atau CO2 = (V-B) N
E
Dimana
:
B
= Volume (ml) asam untuk menitrasi basa pengumpul pada kontrol.
V
= Volume (ml) asam untuk menitrasi pada perlakuan
N
= Normalitas asam
E
= Bobot ekuivalen, bila dalam C
E
= 6 dan bila dalam CO2, E = 22
3.3.2
Metoda corong berlese-tullgren
Dengan menggunakan ring sampel,
ambil sampel tanah sedalam 10 cm dari tiap lokasi kemudian diletakkan pada
perangkap corong, dibawah lampu pijar selama 1 minggu, tutup perangkap corong
dengan jaring/ kelambu sehingga organisme dari luar tidak masuk dan ikut
terperangkap. Panas dari lampu akan membuat organisme turun kebawah, dan
alkohol dibotol akan membuat temperatur lebih sejuk, sehingga organisme
kehilangan kesadaran dan jatuh kebotol penampung sehingga bisa dilakukan
identifikasi organisme selanjutnya.
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 HASIL
·
PERHITUNGAN
BV
Kedalaman 0 – 10 cm
Kelompok
|
Penggunaan Lahan
|
BB
(g)
|
Berat Ring
(g)
|
Berat Kering Ring (g)
|
BV
|
1
2
3
4
5
6
|
Serasah
Serasah
H.
Sekunder
H.
Sekunder
H.
Primer
H.
Primer
|
-
-
443,71
334,56
310,42
334,10
|
-
-
144,9
135,64
101,05
101,05
|
-
-
239,71
195,06
233,86
242,17
|
-
-
0,616
0,386
0,863
0,917
|
·
RESPIRASI
Kelompok
|
HCL Awal
|
HCL Akhir
|
HCL terpakai
|
CO2
|
kontrol
|
27,5
|
43
|
15,5
|
-
|
1.
|
43
|
55
|
12
|
38,5
|
2.
|
23,7
|
36,4
|
12,7
|
30,8
|
3.
|
36, 4
|
44,9
|
8,5
|
77
|
4.
|
44, 9
|
47
|
3,9
|
127,6
|
5.
|
15
|
30
|
15
|
5,5
|
6.
|
30
|
37,5
|
7,5
|
88
|
4.2 PEMBAHASAN
Tabel di atas merupakan hasil dari
pengamatan praktikum yang telah kami lakukan , baik itu di lapangan kawasan hutan di nyarai maupun pada analisis labor yang telah
kami lakukan.
Nah, untuk hasil analisis labor
tentang respirasi yang dilakukan itu nilai yang kami peroleh untuk
masing-masing kelompok yaitu untuk kelompok 1 CO2 yang terpakai adalah 0,karena
ini merupakan kontrol yang kami gunakan untuk analisi data selanjutmya , sedangkan
kelompok 2 yaitu 38,5 , kelompok 3 yaitu 30,8 , untuk kelompok 4 yaitu 77 ,
sedangkan kelompok 5 yaitu 5,5 dan untuk kelompok 6 yaitu 88.dan untuk data
respirasi yangdiperoleh tersebut sudah di lampirkan perhitungannya di lampiran
, dan disini dapat di peroleh bahwa nilai respirasi untuk kelompok 4 yaitu di
hutan sekunder lebih besar penggunaan CO2 nya di banding hutan primer maupun
hutan serasah , sedangkan untuk kelompok 5 nilaiCO2 yang kepakai yaitu 5,5 di
mana ini merupakan nilai terkecil di antara prnggunaan CO2 hutan lainnya, dan
inimerupakan sampel hutan primer,sehingga dapat kesimpulan pada analisis ini
hutan primer mengeluarkan CO2 lebih sedikit di bandingkan dengan hutan sekunder
maupun hutan serasah.
Sedangkan untuk perhitungan Berat
Volume ,berat Volume Terbesar yaitu ada pada sampel untuk hutanprimer sedangkan
terrendah yaituhutan sekunder. Nah, pada hutan serasah kami tidak mengambil
sampel tanah sehingga tidak di peroleh nilai berat volume nya.
Kalau untuk vegetasi , vegetasi
terbanyak yaitu dijumpai pada hutan primer , karena dihutan primer ini
tanamannyamasih alami dan belum terganggu oleh tangan manusia,sehingga tanaman
yang ada disekitarnya masih terlindung dan pada hutan ini banyak terdapat jenis
tanaman dibandingkan dengan hutan sekunder maupun hutan serasah.
Sedangkan untuk biota lapangan pada
hutan ini ada yang sama , seperti cacing itu di temui juga pada hutan primer
maupun hutan sekunder , laba-laba juga ditemui pada kedua hutan
tersebut.sehingga , dapat disimpulkan untuk makrofauna pada hutan ini tidak
berbeda,bahkan sama.
Respirasi tanah merupakan suatu
proses yang terjadi karena adanya kehidupan mikrobia yang melakukan aktifitas
hidup dan berkembang biak dalam suatu masa tanah. Mikrobia dalam setiap aktifitasnya
membutuhkan O2 atau mengeluarkan CO2 yang dijadikan dasar
untuk pengukuran respirasi tanah. Laju
respirasi maksimum terjadi setelah beberapa hari atau beberapa minggu populasi
maksimum mikrobia dalam tanah, karena banyaknya populasi mikrobia mempengaruhi
keluaran CO2 atau jumlah O2 yang dibutuhkan
mikrobia. Oleh karena itu, pengukuran
respirasi tanah lebih mencerminkan aktifitas metabolik mikrobia daripada
jumlah, tipe, atau perkembangan mikrobia tanah.
Nah,dari literatur di atas dapat di
katakan bahwa pada pengamatan di hutan primer memiliki lebih banyak makrofauna
dibanding hutan sekunder maupun hutan serasah, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pada hutan primer itu memiliki tanah lebih subur dibandingkan dengan hutan
sekunder maupun hutan serasah , karena dengan banyaknya mikrofauna yang hidup
pada tanah tersebut akan membantu dalam proses penguraiantanah sehingga tanah
bisa lebih subur lagi.
Peningkatan respirasi terjadi bila
ada pembasahan dan pengeringan, fluktuasi aerasi tanah selama inkubasi. Oleh karena itu, peningkatan respirasi dapat
disebabkan oleh perubahan lingkungan yang luar biasa. Hal ini bisa tidak mencerminkan keadaan
aktivitas mikroba dalam keadaan lapang, cara steady-stato telah digunakan untuk
mempelajari dekomposisi bahan organik, dalam penelitian potensi aktivitas
mikroba dalam tanah dan dalam perekembangan penelitian
BAB V
PENUTUP
5.1
KESIMPULAN
Setelah melakukan analisi di labor ,
dapat di simpulkan pada hutan primer itu dia memiliki nilai respirasi tanah
rendah . dan di hutan primer itu banyak di temukan jenis-jenis vegetasi dan
untuk makrofauna yang ada di hutan primer tidak terlalu banyak.
Peran mikrobia terhadap sifat tanah
antara lain peranannya dalam pelapukan bahan organik dan pendauran unsur hara.
Sedangkan peran mikrobia terhadap pertumbuhan tanaman terbagi atas : yang
menguntungkan, merugikan, dan tidak berpengaruh (netral). Nah,untuk mikrofauna
yang di temukan itu umumnya bersifat menguntungkan , karena cacing tanah
berperan dalam penguraian di dalam tanah dan dapat meningkatkan kesuburan
tanah.begitu juga dengan semut dan kutu diabisa membantu dalam penguraian untuk
meningkatkan kesuburan tanah.
Jadi , dapat di simpulkan bahwa
hutan primer merupakan hutan yang banyak ditumbuhi tanaman dan masih alami
belum terkena sentuhan tangan manusia.untuk itu , perlulah kita menjga keasrian
hutan ini demi ketahanan hutan dan juga bisa membantu untuk mempertahankan
kehidupan di dunia.
5.2
SARAN
Setelah melakukan prktikum ekologi
tanah dan tanaman , baik itu di lapangan maupun di labor dapat di sarankan
untuk praktikum selanjutnya agar bisa lebih baik dan untuk praktikan agar lebih memahami materi dan cara
kerja sebelum dilakukannya praktikum, agar jalannya praktikum bisa lebih khusuk
dan lebih mudah.
DAFTAR PUSTAKA
Foth, H.D. 1994. Dasar-Dasar
Ilmu Tanah. Jakarta : Erlangga.
Foth, H.D. 1998.
Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Gardner, F P et al.
1980. Fistologi Tanaman Budidaya. Terjemahan Susilo R. UI
Press 1991.
Jakarta : Universitas Indonesia.
Hakim, N et al. 1986.
Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Lampung : Universitas Lampung.
Hardjowigeno, S. 2003.
Ilmu Tanah. Jakarta : Mediayetama Sarana Perkasa.
Kartasapoetra, A.G.
1991. Pengantar Ilmu Tanah. Jakarta : Rineka Cipta.
Soemarno. 2007.
Pengelolaan Kesuburan Tanaman. Fakultas Pertanian
Universitas
Brawijaya.
LAMPIRAN
Tabel
HCL yang Terpakai :
Kelompok
|
HCL Awal
|
HCL Akhir
|
HCL terpakai
|
CO2
|
kontrol
|
27,5
|
43
|
15,5
|
-
|
2.
|
43
|
55
|
12
|
38,5
|
2.
|
23,7
|
36,4
|
12,7
|
30,8
|
3.
|
36, 4
|
44,9
|
8,5
|
77
|
4.
|
44, 9
|
47
|
3,9
|
127,6
|
5.
|
15
|
30
|
15
|
5,5
|
6.
|
30
|
37,5
|
7,5
|
88
|
Perhitungan :
Rumus
CO2 yang terpakai :
Mg
C atau CO2 = ( V – B ) N E
(
Kontrol )
CO2
= ( HCL Akhir – HCL Awal )
= ( 43 – 27,5 )
= 15,5
Kelompok
1 =
CO2
= ( V – B ) N E
= ( 15,5 – 12 ) x 0,5 x 22
= 3,5 x 0,5 x 22
= 38,5
Kelompok
2 =
CO2
= ( V – B ) N E
= ( 15, 5 – 12,7 ) x 0,5 x 22
= 2,8 x 0,5 x 22
= 30,8
Kelompok
3 =
CO2
= ( V – B ) N E
= ( 15,5 – 8,5 ) x 0,5 x 22
= 7 x 0,5 x 22
= 77
Kelompok
4 =
CO2
= ( V – B ) N E
= ( 15,5 – 3,9 ) x 0,5 x 22
=
11,6 x 0,5 x 22
=
127,6
Kelompok
5 =
CO2
= ( V – B ) N E
= ( 15,5 – 15 ) x 0,5 x 22
= 0,5 x 0,5 x 22
= 5.5
Kelompok
6 =
CO2
= ( V – B ) N E
= ( 15,5 – 7,5 ) x 0,5 x 22
= 8 x 0,5 x 22
= 88
PERHITUNGAN
BV
Kedalaman 0 – 10 cm
Kelompok
|
Penggunaan Lahan
|
BB
(g)
|
Berat Ring
(g)
|
Berat Kering Ring (g)
|
BV
|
1
2
3
4
5
6
|
Serasah
Serasah
H.
Sekunder
H.
Sekunder
H.
Primer
H.
Primer
|
-
-
443,71
334,56
310,42
334,10
|
-
-
144,9
135,64
101,05
101,05
|
-
-
239,71
195,06
233,86
242,17
|
-
-
0,616
0,386
0,863
0,917
|
Rumus
Perhitungan BV :

Volume Ring (
)

V t = 

= 3,14 x (3,5)2 cm
x 4 cm
= 153, 86 cm3
Kelompok
3 :

Volume Ring (
)


153, 86

153,86
= 0,6162
Kelompok
4 :

Volume Ring (
)


153,86

153,86
= 0,386
Kelompok
5 :

Volume Ring (
)


153,86

153,86
= 0,863
Kelompok
6 :

Volume Ring (
)


153,86

153,86
= 0,917
GAMBAR
1. Metode
Corong Berlese-tullgren





2.
Respirasi



Komentar
Posting Komentar