DEKOMPOSISI MINERAL TOKSIK OLEH MIKROORGANISME TANAH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kegiatan
pertanian yang intensif akhir-akhir ini menyebabkan berbagai penurunan kualitas tanah terhadap kesuburan tanah itu
sendiri. Penurunan kualitas tanah tersbut tidak hanya terjadi akibat alih
fungsi lahan dan pengolohan tanah saja,
tetapi juga diakibatkan pemberian input pupuk dan pestisida yang berleihan juga
termasuk salah satu faktor yang mampu menyebabkan turunnya kualitas tanah.
Sumber material toksik di dalam tanah yang dapat merusak pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta merusak lingkungan diantaranya berasal dari kegiatan pertanian (pemupukan dan penyemprotan pestisida), dan produk sisa industri atau yang biasa disebut sebagai limbah industri (cair atau padat) yang mengahsilkan logam-logam berat seperti Hg (raksa). Walaupun dalam dosis rendah, tetapi dengan terjadinya biomagnifikasi maka kandungan pestisida di lingkungan yang sangat rendah akan dapat terakumulasi melalui rantai makanan, sehingga dapat membahayakan kehidupan makhluk hidup termasuk manusia.
Lebih dari 1000 jenis pestisida telah
dipasarkan.Termasuk dalamnya insektisida,
herbisida, dan fungisida.Pestisida meliputi urea tersubstitusi
organochlorines• Pestisida meliputi urea tersubstitusi, organochlorines,
organophosphates, nitrophenols, phenylcarbamates, dan senyawa chloro phenoxy
alkyl. Beberapa dari senyawa ini dapat menjadi sumberkarbon yang cocok untuk
mikroba tertentu dan senyawa ini akhirnya akan didegradasi dari lingkungan.
Dalam beberapa tahun terakhir ini,
bahaya yang muncul akibatkontaminasi logam berat di lingkungan tanah dan
perairan adalah merupakan isu lingkungan yang sangat menonjol. Permasalahan pada lingkungan tanah
terkontaminasi logam berat adalah tidak mudah untuk ditangani dengan cepat,
karena melibatkan masyarakat yang ada di sekitarnya. Limbah yang dihasilkan dalam bentuk padat
mungkin tidak berdampak luas, tetapi bila buangan dalambentuk limbah cair atau
menguap berpengaruh lebih luas, karena penyebarannya dapat melalui air atau
atmosfer (udara), sehingga bahaya kontaminasinya tidak mudah untuk diatasi.
Di sisi lain , logam-logam tersebut juga
mempunyai peranan pentingdalam proses kehidupan mikroorganisme. Beberapa logam-logam seperti : Ca, Co, Cr,
Cu, Fe, K, Mg, Mn, Na, Ni, dan Zn adalah hara esensial dan berperan dalam
proses redoks untuk menstabilkan molekul melalui interaksi elektrostatik. Namun
ada beberapa logam yang tidak mempunyai peranan bioloigi, seperti :Ag, Al, Cd,
Au, Pb, dan Hg, karena bukan merupakan hara esensial (nonesensial),
tetapi racun (toksik) bagi mikroorganisme.
Logam-logam non-esensial inidapat pula menggantikan posisi logam
esensial yang terjerap dalamkompleks koloid atau melalui interaksi ligan. Bila kondisi ini terjadi, dapat merugikan
mikroorganisme maupun tumbuhan yang menyerap unsur hara nonesensial tersebut.
Namun demikian pemanfaatan
mikroorganisme akhir-akhir ini dalammengurangi efek toksik logam pada tanah
terkontaminasi telah menjadi perhatian para peneliti karena lebih bersifat
ramah lingkungan. Secara alami, suatu
ekosistem alam mempunyai mekanisme dalam mengurangi bahaya kontaminasi logam
berat. Bila kontaminasi logam berat
berlebihan, terjadi akumulasi dan bersifat toksik, sehingga akan terjadi
ketidakseimbangan di dalam suatu ekosistem. Dalam hal ini peranan
mikroorganisme dalam mengatasi permasalahan lingkungan terkontaminasi logam
berat akan sangat membatu.
1.2
Tujuan
Untuk mengetahui apa saja jenis
mikroorganisme dalam tanah dan mengetahuiapa saja hasil dari dekomposisi
mineral toksik oleh mikroorganisme tanah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sumber-sumber logam berat
Sumber-sumber logam berat dapat berasal
dari hasil pelapukan batuanmineral dan antropogenik. Mineral dalam batuan merupakan mineral utama
(mineral primer) dalam tanah sebagai akibat melapuknya batuan dan
membetuktanah. Mineral-mineral tersebut
akan melapuk dan melepaskan unsur-unsuryang dikandungnya, sebagian merupakan hara
bagi tanaman, sebagian tercucidari tanah bersama air perkolasi atau erosi, dan
sebagiannya lagi bereaksimembentuk mineral sekunder. Pelapukan akan berjalan terus, sehingga pada
tanah-tanah dengan tingkat pelapukan lanjut (Ultisol, Oxisol) hanya tertinggal
mineral sukar lapuk (kuarsa) dan mineral sekunder seperti : oksida
besi (hematite, goetit) dan oksida Al (gibsit).
Pelapukan ( dekomposisi ) adalah proses
penghancuran fisik dan kimia dari batuan,karena mineral-mineral dalam batuan
tersebut tidak berada dalam keseimbangan dengan suhu, tekanan, dan kelembaban
yang ada. Pelapukan mineral primer diawali dengan adanya penurunan suhu. Dari
setiap jenis mineral mudah lapuk akan dihasilkan hara-hara yang didalamnya
terkandung juga unsur-unsur logam berat dalam bentuk hara utamamaupun hara
minor. Proses pelapukan ini menghasilkan
kadar logam beratyang tentunya berbeda dan tergantung dari bahan induknya, juga
didukungoleh proses vulkanik yang sangat berperan dalam menghasilkan jenis
batuandan mineral.
B.
Peranan mikroorganisme
Mikroorganisme memainkan peranan penting
di banyak bidang industridan teknologi, terutama di tanah-tanah bekas
penambangan, pertanian, dan juga sebagai pengontrol sampah/limbah buangan. Di
daerah pertambangan, bakteri Thiobacillus ferrooxidans merupakan salah
satu mikroorganisme penting. Bakteri ini
termasuk pelarut (leaching) logam-logam dari bijih tambang, ditemukan
pada daerah tambang yang telah didrainase dengan pH lingkungan masam. Thiobacillus
ferrooxidans merupakan kelompok acidophilik kemolithotropik yang
toleran terhadap logam-logam toksik (Clausen, 2000) dan hidup pada lingkungan
masam dengan temperatur panas, retakan bahan volkanik, dan deposit bijih
sulfida dengan konsentrasi asam sulfurik tinggi
(Brierley, 1982).
Bakteri Thiobacillus ferrooxidans
memperoleh energi untukpertumbuhannya dari oksidasi zat inorganik besi atau
sulfur. Sebagian besarbersifat
autotropik, mengambil karbon untuk sintesis senyawa selular bukan dari bahan
organik, tetapi dari CO2di atmosfer (Brierley, 1982). Bakteri ini berfungsi sebagai katalis dalam
mengoksidasi logam sulfida yang larut seperti : Cu2S à 2Cu+ + SO42-. Secara alami Cu2S akan teroksidasi di alam
dengan adanya udara (O2) dalam lingkungan masam, tetapi sangat lambat. Namun dengan adanya T. ferrooxidans,
proses ini akan berlangsung 100 kali
lebih cepat dari proses alami.
Selain berfungsi sebagai katalisor dalam oksidasi logam sulfida, juga
mengoksidasi ion ferro (Fe2+) menjadi ion ferri (Fe) berbentuk
endapan keras. Persamaan reaksi : 4FeSO4 + 2H2SO4 + O2 à 2Fe2(SO4)3 + 2H2O (Fowler et al.,
1999) pada pH 1,0 dan 4,5, dengan pengucualian tidak terdapat CaCO3 sebagai
agent penetral (Jensen and Webb, 1995 In
Wood, 2001).
Selain Thiobacillus ferrooxidans
sebagai pelarut logam-logam berat, terdapatpula Thiobacillus thioxidans
yangtumbuh dan berkembang dari unsur sulfur dan beberapa senyawa sulfur dapat
larut. Suatu penelitian oleh Donovan P. Kelly dan asosiasinya di
Universitas Warwick telah dilakukan dengan menggabungkan kedua bakteri tersebut
dalam medium kultur untuk mengekstrak logam dari bijih tambang. Penggabungan kedua bakteri menjadi lebih
efektif dalam pelarutan (leaching) daripada tidak digabungkan.
Mikroorganisme ekstrim dari spesies
thermophilik dan acidophilik adalahgenus Sulfolobus. Bakteri ini tumbuh subur di lingkungan pH
masam dan temperatur panas, serta retakan volkanik pada temperatur >60 0C. Dinding selnya memiliki suatu struktur yang
berbeda dari kebanyakan bakteri.
Mikroorganisme dari bakteri ini termasuk Archaebacteria. Sulfolobus acidocaldariusdan S.
brierleyi dapat mengoksidasi sulfur
dan besi sebagai sumber energi, dan memanfaatkan CO2 atau senyawa organik
sederhana untuk mendapatkan karbon.
Bakteri ini hidup dalam lingkungan aerobik maupun anaerobik. Mineral-mineral chalcopyrite (CuFeS2) dan
molybdenite (MoS2) yang tahan terhadap kebanyakan mikroorganisme, dapat dengan
mudah diserang oleh Sulfolobus
dan menghasilkan logam-logam dapat larut yang tidak toksik bagi organisme. Molibdenum adalah sangat toksik untuk Thiobacilli,
namun dengan mudah dapat ditahan oleh S. brierleyi pada konsentrasi 750
mg/L. Walaupun Sulfolobus belum
diisolasi sebagai pelarut komersil, tetapi studi laboratorium menegaskan bahwa mikroorganisme tersebut
memiliki kemampuan untuk berkembang biak di dalam lingkungan tanah. Kemampuannya untuk melarutkan logam-logam
dari bijih tambang baru diakui saat ini, yaitu dapat menyerang struktur mineral
resisten (Brierley, 1982).
C.
Logam berat dan mikroorganisme
Pengaruh logam-logam berat terhadap
komunitas mikroorganisme alamitelah menarik banyak perhatian dalam beberapa
tahun terakhir ini. Polusi logam berat
berpengaruh terhadap pertumbuhan, morfologi, dan metabolisme mikroorganisme di
dalam tanah, melalui gangguan fungsi, perubahan protein atau penghancuran sel
membran. Mikroorganisme adalah lebih
sensitif/stres terhadap logam-logam berat dibandingkan binatang tanah atau
tanaman pada lingkungan tanah yang sama
(Ghorbani et al., 2002).
Ekosistem mikroorganisme tanah merupakan suatu fungsi yang kompleks,
terdiri dari kelompok-kelompok mikroorganisme yang mempunyai peranan integral
dalam mempertahankan kesuburan tanah dan hubungannya dengan unsur hara tanaman
(Prodgers,2000). Beberapa parameter yang umumnya digunakan untuk mengukur
perubahan populasi mikroorganisme di dalam tanah diantaranya : respirasi
mikrobial, biomasa mikrobial tanah, mineralisasi N dan C, aktivitas enzim tanah, dan fiksasi N2.
Respirasi
mikroorganisme tampaknya tidak berpengaruh terhadap konsentrasi logam berat,
hanya pada konsentrasi sangat tinggi menyebabkan CO2 menurun di dalam
tanah. Seperti dilaporkan Ghorbani et
al. (2002), bahwamrespirasi mikroorganisme menurun bila konsentrasi Cu atau
Zn lebih dari 1.000 mg/kg. Chander & Brooke (1991) In
Ghorbani et al. (2002) juga menyatakan bahwa peningkatan aktivitas
respirasi spesifik dari biomassa mikroorganisme tanah adalah merespon terhadap
penambahan substrat (glukosa dan tunas jagung) di dalam tanah dengan kandungan
logam berat tinggi.
Sumber logam berat (Cu dan Zn)yang
berasal dari pupuk kandang dan aplikasi fungisida juga menyebabkanbiomassa
mikroorganisme menurun. Doelman,
1986 In Ghorbani et al.,
2002juga melaporkan bahwa adanya hambatan
mineralisasi N dan nitrifikasi sekitar 1.000 mg/kg Zn, Cu, Ni 100–500
mg/kg Pb dan Cr; dan 10–100 mg/kg Cd
pada tanah-tanah terkontaminasi. Proses
mineralisasi yang menurun terkadang meningkatkan akumulasi bahan organik pada lapisan sampah (litter
layer) yang pernah diamati di tanah-tanah hutan terkontaminasi, sedangkan
di tanah-tanah pertanian, akumulasi bahan organik jarang terlihat.
D.
Toleransi mikroorganisme terhadap logam berat
Penambahan logam berat pada suatu
ekosistem dalam jumlah dankonsentrasi tinggi dapat menyebabkan mikroorganisme
(bakteri) tertekan /stres. Pada konsentrasi tinggi, ion logam berat akan
bereaksi membentuk senyawa toksik di dalam sel mikroorganisme (Spain, 2003).
Agar dapat mempertahankan hidup dibawah kondisi stres, bakteri mempunyai
beberapa tipe mekanisme toleran dalam pengambilan ion-ion logam berat. Mekanisme ini meliputi : efflux ion
logam pada bagian luar sel, akumulasi
dan kompleks ion logam pada bagian dalam sel, dan reduksi ion logam untuk
menurunkan efek toksik. Mikroorganisme mempunyai kemampuan beradaptasi dan
toleran terhadapkehadiran logam berat, bahkan dapat tumbuh. Pengaruh menguntungkan antara mikroorganisme
dan logam adalah mikroorganisme dapat membersihkan lingkungan terkontaminasi
logam, namun yang tidak menguntungkan adalah mekanisme toleran terhadap logam
menyebabkan terjadinya peningkatan bakteri resisten bersifat antibiotik.
Suatu teknologi
yang menerapkan mikroorganisme untuk memperbaiki kualitas lingkungan dikenal
sebagai Bioteknologi. Salah satunya melalui Bioremidiasi adalah
salah satu teknologi untuk merehabilitasi lingkungan termasuk tanah yang
terkontaminasi oleh limbah (logam-logam berat). Teknologi ini menggunakan
kehidupan organisme untuk menurunkan atau menghilangkan bahaya lingkungan dari
akumulasi logam-logam toksik dan sampah berbahaya lainnya (Fahrenholz, 1999;
Gazso, 2001). Peranan mikroorganisme
dalam mempengaruhi proses mobilisasi atau inmobilisasi unsur-unsur toksik
adalah melalui beberapa mekanisme berikut :
(1). Kelatunsur oleh proses metabolisme
(2). Oksidasi-reduksi logam yang dipengaruhi daya larut atau valensi
(3). Perubahan pH yang mempengaruhi sifat ion, biosorpsi oleh
kelompok fungsional pada permukaan sel
(4). Bioakumulasi oleh sistem transport energi
(5). Immobilisasi untuk membentuk bahan stabil, biometilasi, dan
biodegradasi kompleks organik pada logam.
Keberhasilan proses bioremediasi harus didukung oleh disiplin ilmu lain seperti fisiologi mikroba, ekologi, kimia organik, biokimia, genetika molekuler, kimia air, kimia tanah, dan juga teknik. Mikroba yang sering digunakan dalam proses bioremediasi adalah bakteri, jamur, yis, dan alga. Degradasi senyawa kimia oleh mikroba di lingkungan merupakan proses yang sangat penting untuk mengurangi kadar bahan-bahan berbahaya di lingkungan, yang berlangsung melalui suatu seri reaksi kimia yang cukup kompleks. Dalam proses degradasinya, mikroba menggunakan senyawa kimia tersebut untuk pertumbuhan dan reproduksinya melalui berbagai proses oksidasi (Atlas,1992).
E. Pestisida / Herbisida
Macam pestisida kimia sintetik yang telah digunakan sampai sekarang jumlahnya encapai ribuan. Pestisida yang digunakan untuk memberantas hama maupun herbisida yang digunakan untuk membersihkan gulma, sekarang sudah mengakibatkan banyak pencemaran. Hal ini disebabkan sifat pestisida yang sangat tahan terhadap peruraian secara alami (persisten).Contoh pestisida yang persistensinya sangat lama adalah DDT, Dieldrin, BHC, dan lain-lain.Walaupunsekarang telah banyak dikembangkan pestisida yang mudah terurai (biodegradable), tetapi kenyataannya masih banyak digunakan pestisida yang bersifat rekalsitran (Baldrian, 2003).
Munir et al. (2005) menyatakan bahwa, untuk mengatasi pencemaran tersebut, sekarang banyak dipelajari biodegradasi pestisida/ herbisida. Proses biodegradasi pestisida dipengaruhi oleh struktur kimia pestisida, sebagai berikut:
a. Semakin panjang rantai karbon alifatik, semakin mudah mengalami degradasi.
b. Ketidak jenuhan dan percabangan rantai hidrokarbon akan mempermudah degradasi.
c. Jumlah dan kedudukan atom-atom C1 pada cincinan aromatik sangat mempengaruhi degradasi. Misal 2,4 D (2,4-diklorofenol asam asetat) lebih mudah dirombak di dalam tanah dibandingkan dengan 2,4,5-T (2,4,5- triklorofenoksi asam asetat)
d. Posisi terikatnya rantai samping sangat menentukan kemudahan degradasi pestisida.
F. Peranan Mikroba
Rhizosfer dalam Degradasi Material Toksik
Mikroorganisme tanah seperti jamur, bakteri, aktinomisetes, dan protozoa
merupakan komponen yang sangat penting dalam ekosistem tanah karena mereka memiliki peranan utama dalam siklus nutrisi, mempertahankan struktur tanah, dan juga mengatur pertumbuhan tanaman melalui berbagai mekanisme (Sieghardt, 1990).
Aktivitas dan populasi mikroorganisme sekitar perakaran tanaman (rizosfer) biasanya lebih dinamis dari daerah nonrizosfer.Hal ini disebabkan oleh adanya molekul organik seperti gula dan asam organik yang dikeluarkan oleh akar atau produk regenerasi dari akar yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme tanah. Tanpa adanya sekresi dari akar, mikroba di sekitar rizosfer akan sukar bertahan dalam ekosistem tanah (Sieghardt, 1990).
Kelompok mikroba yang memiliki fungsi penting di daerah rizosfer adalah jamur, bakteri, dan protozoa yang membantu pertumbuhan tanaman melalui berbagai mekanisme seperti peningkatan penyerapan nutrisi, sebagai kontrol biologi terhadap serangan patogen, dan juga menghasilkan hormon pertumbuhan bagi tanaman (Chanway, 1997). Kajian mengenai peranan bakteri tanah yang hidup bebas seperti Pesudomonas, Bacillus, Agrobacterium, dan Erwinia dalam mengurangi serangan patogen telah banyak dilaporkan. Reddy et al. (1994) melaporkan bahwa serangan jamur Fusarium oxysporum terhadap pertumbuhan bibit Douglas-fir menurun tajam setelah diinokulasi beberapa strain Pseudomonas.
Bakteri simbiotik dari genus Rhizobium dan Barahyrhizobium, di samping telah dikenal luas sebagai bakteri penambat nitrogen bebas, juga memiliki kemampuan dalam mendegradasi senyawa-senyawa toksik di sekitar perakaran.Barkovskii et al. (1994) melaporkan bahwa Azospirillum yang juga memiliki kemampuan menambat nitrogen banyak mengkolonisasi berbagai jenis tanaman dapat mendegradasi senyawa-senyawa fenol dan benzoat.Sehingga bakteri ini telah banyak digunakan secara komersial dalam bioremediasi tanah yang tercemar. Beberapa bakteri lain yang terdapat pada rizosfer, seperti: Achromobacter, Agrobacterium, Alcaligenes, Acinetobacter, Azotobacter, Flavobacterium, Mycobaterium, Nitosomonas, Nocardia, Pseudomonas, dan Xanthobacter juga memiliki kemampuan dalam metabolisme senyawa fenol, halogen, hidrokarbon, dan juga berbagai jenis pestisida.
Mikoriza sebagai suatu bentuk simbiosis mutualisme antara jamur dengan akar tanaman berperan dalam peningkatan ketersediaan nutrisi (terutama fosfat) bagi tanaman. Mikoriza juga dapat meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan patogen tanah.Mikoriza dapat mengurangi toksisitas logam berat terhadap tanaman pada tanah-tanah tercemar.
Sharples et al. (2000) melaporkan bahwa jamur pada daerah tambang berfungsi sebagai filter untuk menjaga agar konsentrasi As tetap rendah pada jaringan tanaman dan meningkatkan serapan P tanaman. Donelly and Fetcher (1994) melaporkan bahwa logam berat berikatan dengan gugus karboksil hemiselulosa pada matriks di antara sel tanaman dan jamur, sehingga tanaman terhindar dari keracunan. Selanjutnya, ia melaporkan bahwa beberapa jamur mikoriza seperti Rhizopogon vinicolor, Rhizopogon vulgaris, Hymenoscyphus ericae, Oidiodendron griseum, dan Gautieria crispa memiliki kemampuan remediasi senyawa-senyawa toksik di tanah, seperti dalam metabolisme berbagai senyawa aromatik: 2,4-D, atrazin, dan PCBs. Selanjutnya dinyatakan bahwa Radiigera atrogleba dan Hysterangium gardneri mampu mendegradasi 2,2-diklorofenol sebesar 80% (Donelly and Fetcher, 1994).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemanfaatan mikroorganisme dalam
mengurangi efek toksik logam padatanah terkontaminasi logam-logam berat mulai
menjadi perhatian para peneliti karena lebih bersifat ramah lingkungan. Secara alami, suatu ekosistem alam mempunyai
mekanisme dalam mengurangi bahaya kontaminasi logam berat. Bila suatu ekosistem
terkontaminasi logam berat berlebihan, sehingga terjadi akumulasi dan bersifat
toksik, maka akan terjadi ketidakseimbangan di dalam ekosistem tersebut. Teknologi
secara biologi yang menerapkan mikroorganisme untuk memperbaiki kualitas
lingkungan dikenal sebagai Bioteknologi. Salah satunya melalui
bioremidiasi, yaitu penggunaan kehidupan organisme untuk menurunkan atau
menghilangkan bahaya lingkungan dari akumulasi logamlogam toksik dan sampah
berbahaya lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tarumingkeng Rudy, Zahrial Coto dan Hardjanto.2004.
Peranan Mikroorganisme dalam Mengurangi Efek Toksik pada Tanah
Terkontaminasi Logam Berat. Institut
Pertanian Bogor : Bogor.
Komentar
Posting Komentar